Tuesday, January 29, 2008

Kabupaten Buleleng

Wilayah Bali utara hampir seluruhnya ditetapkan bernaung di bawah pemerintahan Kabupaten Buleleng. Dengan begitu, Buleleng adalah kabupaten yang terluas wilayahnya di antara kabupaten lain di Bali. Batas pegunungan yang membujur timur-barat sepanjang pertengahan Bali termasuk ke dalam wilayah Buleleng. Karenanya, Buleleng adalah wilayah yang lengkap memiliki gunung, daratan, dan laut utara Pulau Bali. Kendati memiliki wilayah yang terluas di Bali, sebagian wilayah BUleleng adalah daerah kering terutama di daerah pegunungan Buleleng barat dan Buleleng Timur.
Konsisi alam yang dimiliki Buleleng membuat Buleleng tak bisa mengandalkan pertanian tanah basah. Namun keadaan ini justru membawa Buleleng sebagai daerah perkebunan penghasil buah-buahan seperti jeruk, cengkeh, dan kopi di daerah pegunungan, sedangkan sepanjang daerah pesisir adalah penghasil buah anggur dan tembakau.
Sebagaimana dengan daerah-daerah Bali selatan, Buleleng pun menyimpan peran masa lalu saat masa perkembangan ekspedisi Palapa Wira Gajah Mada merangkul Bali. Desa-desa kuna Sembiran, Julah, dan desa lain di sekitarnya membuktikan bahwa wilayah Bali utara tak luput mewarnai perjalanan sejarah Bali. Kekuasaan Ki Gusti Panji Sakti bahkan sempat merambah daerah Jawa Timur. Berbagai pura di sepanjang Bali utara, mulai dari Pura Payogan Prapat agung, Pura Pulaki, Pura Ponjok Batu, hingga ke Pura Candi Gora menunjukkan bahwa Bali utara adalah bagian penting dari perjalanan dharma para bijak masa lalu.
Saat masa penjajahan Belanda, wilayah Buleleng bahkan dipandang sebagai daerah strategis oleh Belanda untuk memulai pergerakan menguasai Bali. Wilayah delapan kerajaan di Bali, termasuk Buleleng, yang sudah terikat dalam kesepakatan Paswara Asta Negara digoyahkan oleh Belanda justru dari kekuatan Bali utara di daerah Buleleng. Tahun 1846 Buleleng dijatuhkan dalam pertempuran sengit yang dikenal sebagai Perang Buleleng. Tekanan Belanda terus dilakukan menyusul Perang Jagaraga pada tahun 1849 yang memastikan Buleleng sepenuhnya dikuasai Kompeni.
Perjalanan Bali dari masa ke masa hingga era millenium ke tiga ini telah membawa pula imbas ke wilayah Buleleng untuk turut berkiprah dalam dunia pariwisata. Daerah pesisir sepanjang Bali utara, terutama kawasan Lovina dan Kalibukbuk, adalah potensi daerah hunian wisata yang dimiliki oleh Buleleng. Secara keseluruhan, berbagai warisan seni budaya Buleleng memiliki ciri khas yang agak berbeda dengan warna seni budaya daerah Bali Selatan.

Lebih banyak mengenai Kab. Buleleng dapat dilihat melalui situs Kabupaten Buleleng


Air Panas Banyuwedang (Banyuwedang Hot Spring)

Air Panas Banyuwedang bersumber dari mata air panas yang muncul di pantai. Air panas ini berada di bawah air pada waktu air pasang. Merupakan sumber air panas terbesar, bangunan beton pengaman dibuatkan dalam bentuk lingkaran yang berfungsi sebagai tanggul, sehingga pada saat air pasang air panas tersebut tidak bercampur dengan air laut. Air panas ini banyak mengandung belerang dengan rata-rata suhu 40 derajat celcius.
Karena kandungan belerangnya yang cukup tinggi, air panas ini dipercayai secara meluas bahkan sampai ke pulau Jawa karena air panas ini dapat menyembuhkan beberapa penyakit terutama penyakit kulit. Tidak mengherankan apabila banyak orang-orang yang datang ke tempat ini dengan harapan penyakitnya dapat sembuh. Pantai dimana terdapat sumber air panas ini ditumbuhi tanaman bakau yang mencegah abrasi pantai. Dapat dikatakan pantai Bayuwedang ini bebas dari abrasi.
Adanya teluk dan beberapa pasir putih di sekitarnya menambah asset pariwisata di sekitar Banyuwedang ini. Air Panas Banyuwedang terletak di Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak 60 km dari kota Singaraja, dipinggir batas kawasan Taman Nasional Bali Barat. Di sebelah selatan jalan raya ke Air Panas Banyuwedang termasuk kawasan Taman Nasional, sedangkan di sebelah utaranya adalah kawasan Batu Ampar yang terdiri dari tanah berkapur. Kawasan Batu Ampar ini oleh daerah tingkat II Buleleng telah direncanakan sebagai kawasan wisata baru, mengingat adanya potensi daya tarik yang besar, diantaranya adalah adanya Taman Laut di sekitar Pulau Menjangan. Jalan menuju air panas Banyuwedang dari jalan raya jurusan Singaraja-Gilimanuk telah dikeraskan, demikian pula telah dibangun fasilitas parkir. Di sumber air panas yang ditanggul dibangun sebuah bangunan dengan beberapa kamar mandi tertutup. Di areal Air Panas Banyuwedang terdapat juga beberapa fasilitas WC yang dibangun oleh Taman Nasional Bali Barat, dan beberapa tempat berteduh. Jumlah kunjungan wisatawan Nusantara tinggi jika dibandingkan dengan Mancanegara. Pengunjung yang datang kebanyakan dengan tujuan untuk berobat. Pengunjung yang dari pulau Jawa kebanyakan berasal dari Daerah Banyuwangi.
Sesungguhnya sumber air panas Banyuwedang terletak ditengah-tengah hutan bakau di pinggir pantai. Daerah sekitarnya relatif gersang karena tanahnya terdiri atas tanah kapur dan tidak terdapatnya sungai yang dapat menjadikan sumber air untuk penghijauan sekitarnya. Oleh karenanya tanaman yang banyak tumbuh adalah tanaman yang tidak banyak membutuhkan air, seperti yang dikenal di Bali sebagai pohon bekeul atau bangyang. Adanya air panas yang mengandung belerang yang terletak di pinggir pantai ditunjang dengan daerah yang jarang penduduknya sehingga dapat diciptakan suasana tenang, menyebabkan Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali akan mengembangkan daerah ini sebagai Kawasan Pariwisata Untuk Kesehatan, atau yang umum disebut Health Tourism.


Air Terjun Singsing (Singsing Waterfall)

Pada waktu musim panas, volume air terjun relatif menurun. Jalan menuju air terjun yang sedikit mendaki merupakan kegiatan yang menyenangkan untuk kegiatan trekking. Letaknya yang tidak jauh dari kawasan Lovina, bahkan dapat dicapai dengan jalan kaki dari Lovina, menjadikan obyek ini banyak dikunjungi wisatawan yang umumnya mereka yang tinggal di kawasan Wisata Lovina. Tidak jauh dari air terjun Singsing ini, terdapat monumen Belanda. Monumen ini dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk memperingati gugurnya seorang Perwira tentara Belanda didalam perang Banjar pada tahun 1868. Sekitar tahun 1956 monumen ini dihancurkan karena dianggap menghormati penjajah. Akan tetapi pada tahun 1992 monumen ini dibangun kembali oleh Pemda Kabupaten Dati II Buleleng dengan maksud bahwa sejarah tidak bisa dihapus, disamping monumen itu juga melambangkan kepahlawanan rakyat Banjar yang mampu menewaskan perwira tentara Belanda. Air Terjun Singsing terletak di Banjar Labuhan Haji Desa Temukus Kecamatan Banjar, 3 km dari Lovina dan 13 km dari Singaraja. Untuk menuju obyek wisata ini dapat dicapai dengan kendaraan bermotor sampai ke jurusan desa Tigawarsa. Sebuah tanda penunjuk arah menunjukkan jalan yang harus diikuti dengan berjalan kaki (sepanjang lebih kurang 600 meter) untuk sampai kepada air terjun yang pertama. Untuk mencapai air terjun kedua yang letaknya lebih tinggi harus melalui jalan yang terjal. Fasilitas parkir dibangun dan diusahakan oleh banjar setempat, dan warung disekitar kawasan inipun telah tersedia. Wisatawan baik Nusantara maupun mancanegara banyak mengunjungi air terjun ini karena suasananya yang tenang, damai dan cocok untuk kesegaran jasmani. Lokasi Air Terjun di daerah perbukitan, yang memberikan pemandangan hamparan pantai Lovina di arah Utara, menjadi daya tarik yang cukup memikat bagi para wisatawan.


Brahmavihara-Arama

Brahmavihara-Arama, yang lebih dikenal dengan nama Wihara Buddha Banjar, merupakan Vihara Buddha terbesar di Bali. Letaknya di daerah perbukitan di Desa Banjar Tegeha Kecamatan Banjar, 22 km sebelah Barat Singaraja dan 11 km dari kawasan wisata Lovina. Dengan suasananya yang sepi dan tenang serta dapat memandang langsung ke pantai Lovina sebagai kawasan wisata di Buleleng, menyebabkan Vihara Buddha ini menjadi daya tarik yang kuat bagi wisatawan, baik mancanegara maupun nusantara.
Secara garis besar Vihara ini terdiri atas 5 kompleks penting, yaitu:
  1. Uposatha Gara. Terletak di puncak sebelah Barat, sebuah ruangan yang nyaman dan tenang. Pada dinding-dindingnya terpahat panel kelahiran Sang Buddha, dan di tengah-tengah terdapat patung Sang Buddha dalam keadaan mencapai Sama Sang Buddha (Nirwana). Ruangan ini fungsinya untuk penasbihan para bhiku samanera (calon bhiku), tahap awal untuk mengikuti latihan tahap berikutnya.
  2. Dharmasala. Semacam ruang kuliah terletak di sebelah timur. Di tempat ini para bhiku melakukan kebaktian, memberi khotbah-khotbah, dan juga tempat ini dimanfaatkan sebagai tempat untuk melakukan segala aktivitas spiritual.
  3. Stupa. Sebuah bangunan yang bentuknya menyerupai lonceng raksasa yang terletak di sudut Barat Laut, yang seluruh sisi-sisinya terbuat dari beton dengan relief yang sangat mengagumkan.
  4. Pohon Bodi. Di sudut barat daya bangunan terdapat pohon besar yang disebut pohon bodi, yang di sekitar pohon tersebut dihias dengan relief. Tempat ini merupakan simbul kemenangan Sang Buddha pada waktu beliau mencapai Sammia Sang Buddha (kesempurnaan yang abadi).
  5. Kuti. Kuti ini merupakan tempat tinggal para bhiku maupun para siswa yang sedang menuntut ilmu dan kadang kala tempat ini juga dipergunakan sebagai tempat latihan para bhiku.
Di komplek Vihara terdapat beberapa patung Buddha yang menghiasi setiap sudut taman maupun ruangan. Diantaranya terdapat dua buah patung Budha yang sangat menarik yaitu patung Parinirwana dan patung Buddha sebagai Sang Buddha sedang mencapai sama atau moksa dalam istilah agama Hindu.


Danau Buyan dan Tamblingan (Buyan and Tamblingan Lake)

Danau Buyan dan Danau Tamblingan seolah danau kembar yang memiliki daya tarik yang sangat mempesona. Keaslian alam di kedua danau ini masih sangat dirasakan, misalnya dengan tidak adanya penggunaan perahu bermotor di kedua danau ini. Masyarakat setempat menggunakan perahu-perahu kecil yang disebut pedahu untuk memancing. Dengan udara yang sejuk dikelilingi pegunungan yang serba hijau, suasana udara yang segar memberikan suasana yang tenang dan nyaman. Danau ini sangat ideal untuk rekreasi air seperti mendayung dan memancing. Bagi mereka yang menyenangi alam dan rekreasi, kedua danau inilah tempatnya. Adanya kera-kera yang tidak jauh dari kedua danau ini, yaitu di jalan raya sebelah danau Buyan jurusan Denpasar-Singaraja, yang semakin hari semakin banyak jumlahnya, menambah daya tarik kawasan ini sebagai obyek wisata.
Danau Buyan dan Danau Tamblingan berlokasi di Kecamatan Sukasada, 21 km sebelah Selatan Kota Singaraja, terletak di pinggir jalan Denpasar-Singaraja. Letaknya yang cukup tinggi yaitu kurang lebih 1000 m dari permukaan laut menyebabkan udaranya agak sejuk dan dingin pada malam hari. Sedangkan Danau Tamblingan dapat dicapai melalui pertigaan ke arah Desa Munduk, desa Gobleg dan tembus di Lovina. Sepanjang jalan ke danau ini dapat dilihat pemandangannya secara utuh. Dari Desa Munduk dapat dicapai danau melalui jalan swadaya masyarakat. Mobil dapat mencapai pinggir danau yang masih asri, dengan kawasan hutannya yang belum tersentuh. Fasilitas yang tersedia adalah tempat parkir untuk mobil tepi danau, penyewaan perahu untuk keperluan memancing ataupun sekedar berekreasi, dan fasilitas akomodasi. Dari pengamatan secara umum, kebanyakan wisatawan yang datang ke tempat ini adalah wisatawan mancanegara yang independent, mereka membawa kendaraan sendiri. Setiap saat danau ini ramai dikunjungi wisatawan mancanegara maupun wisatawan Nusantara.


Lingkungan Pura Agung Jagatnatha (Jagatnatha Temple)

Kendatipun lingkungan Pura Agung Jagatnatha ini relatif baru, akan tetapi karena berdiri megah ditengah–tengah kota, lingkungan Pura ini cepat menarik wisatawan. Di saat odalan dan waktu bulan Purnama serta bulan mati (Tilem) bisa disaksikan umat Hindu termasuk anak-anak sekolah datang ke lingkungan Pura ini untuk bersembahyang dengan destar putih, baju putih dan selendang (saput) kuning untuk kaum pria, sedangkan kaum wanita menggunakan baju kuning atau putih dan selendang kuning atau putih. Pemandangan seperti ini sangat menarik karena ditengah hiruk pikuknya kehidupan kota, umat Hindu tidak pernah melupakan kewajibannya untuk bersembahyang.Suasana kota, lalu lintas, kebisingan, tidak mengurangi kekhusukan umat Hindu di dalam melakukan persembahyangan. Candi Bentar, Padmasana yang menjulang tinggi seakan-akan bersaing dengan menara Telkom yang juga menjulang tinggi sebagai lambang kemajuan teknologi di abad saat ini, tidak mengurangi keagungan Padmasana sebagai Singgasana Ida Sang Hyang Widhi Wasa.


Lingkungan Pura Beji (Beji Temple)

Lingkungan Pura Beji merupakan sebuah lingkungan Pura untuk memuja Dewi Sri, sebagai Dewi yang dikaitkan dengan pertanian khususnya dipercayai sebagai Dewi yang menciptakan padi sebagai bahan makanan pokok. Lingkungan Pura ini juga dikenal sebagai lingkungan Pura Subak untuk Desa Adat Sangsit, dimana seluruh bagian lingkungan Raja dihiasi ukiran style Buleleng dalam bentuk tumbuh-tumbuhan yang merambat dan motif bunga yang mencirikan abad ke 15, jaman Raja Majapahit.Pada pintu gerbang lingkungan pura dihiasi dua ekor naga sebagai penjaga Pura. Daya tarik yang unik dari lingkungan pura ini adalah ukiran yang memenuhi semua bagian pura seakan-akan tidak satu tempat pura yang tidak dihiasi dengan ukiran. Ukiran ini dicat warna-warni sehingga lingkungan pura ini menjadi lebih unik lagi.Lingkungan Pura ini berlokasi di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan Kabupaten Daerah Tingkat II Buleleng.


Lingkungan Pura Dalem Jagaraga (Jagaraga Temple)

Lingkungan Pura Dalem Jagaraga, sebagai salah satu dari lingkungan Pura Kahyangan Tiga Adat Jagaraga, secara umum memiliki pola yang sama dengan lingkungan Pura Dalem lainnya di Bali yaitu lokasinya dekat kuburan, hiasan patung-patung yang berwajah seram dan menakutkan, antara lain patung Betara Durga. Lingkungan Pura Dalem ini memiliki keunikan tersendiri yaitu pahatan relief di tembok depan bagian luar lingkungan pura ini, yang melukiskan pertempuran pesawat udara model kuno di udara (dog fight), perampokan bersenjata, perahu, orang sedang minum bir, mobil model kuno. Keunikan-keunikan seperti inilah yang membuat pura ini terkenal dan banyak dipromosikan oleh para penulis buku panduan wisatawan (guide book).
Lokasi Lingkungan Pura Dalem Jagaraga terletak di Desa Jagaraga, 11 km sebelah Timur Singaraja dipinggir jalan jurusan Singaraja Sawan. Desa Jagaraga juga terkenal dengan Puputan Jagaraga-nya dan sekaa Gong Kebyarnya dimana seniman almarhum Gde Manik berasal dari Desa ini.


Lingkungan Pura Madwe Karang (Madwe Karang Temple)

Lingkungan Pura Maduwe Karang adalah salah satu lingkungan Pura di Bali yang telah dikenal wisatawan mancanegara sebelum Perang Dunia Kedua. Di Jaman itu wisatawan mancanegara datang ke Bali melalui laut di Pelabuhan Buleleng. Di tempat ini sambil menunggu angkutan umum para wisatawan mempergunakan waktu untuk mengunjungi Lingkungan Pura Beji di Desa Sangsit, Lingkungan Pura Maduwe Karang di Desa Kubutambahan.Lingkungan Pura ini terdiri dari tiga tingkat yaitu Jaba Pura di luar lingkungan pura atau Jabaan, Jaba Tengah, dan Jeroan, bagian paling dalam adalah yang paling disucikan. Dua buah tangga batu menanjak menuju Jaba Pura, yang di bagian depannya dihiasi patung-patung batu padas, tiga puluh empat jumlahnya, yang diambil dari tokoh-tokoh dan adegan-adegan ceritera Ramayana.
Patung yang berdiri di tengah-tengah memperlihatkan Kumbakarna yang sedang berkelahi dan dikeroyok oleh kera-kera laskar Sang Sugriwa. Yang unik, pada bagian dinding di sebelah utara terdapat ukiran relief orang naik sepeda yang roda belakangnya terdapat daun bunga tunjung. Daya tarik lain adalah pahatan Durga dalam manifestasinya sebagai Rangda, dalam posisi duduk dengan kedua lututnya terbuka lebar sehingga alat kelaminnya jelas kelihatan. Tangan kanannya diletakkan di atas kepala seorang anak kecil yang berdiri di sebelah lututnya, kaki kanannya diletakkan di atas binatang bertanduk yang sedang berbaring. Pada bagian lain dari dinding lingkungan pura ini terdapat pahatan seorang penunggang kuda terbang dan pahatan Astimuka. Tokoh ini dilukiskan sama dengan Sang Hyang Gana (Ganesha), yakni dewa dengan muka gajah. Kungkungan Pura Maduwe Karang ini terletak di Desa Kubutambahan, 12 km sebelah Timur Singaraja.


Lingkungan Pura Ponjok Batu (Ponjok Batu Temple)

Lingkungan Pura Ponjok Batu merupakan sebuah tanjung yang terdiri atas bebatuan dimana dari celah–celah batu tersebut tumbuh pohon Kamboja dan semak yang sangat indah. Dalam bahasa Bali Ponjok Batu berarti Tanjung Batu. Lingkungan Pura ini merupakan lingkungan Pura tempat pemujaan/tempat persembahyangan umum untuk mohon keselamatan.Dari depan lingkungan pura yang dibatasi jalan raya menuju Amlapura terlihat pemandangan Laut Jawa yang terbentang luas, yang dapat menimbulkan ketenangan jiwa dan menumbuhkan inspirasi bagi pengunjungnya. Laut yang tenang yang ditumbuhi beberapa pohon tua di sekitar bukit menambah keindahan lokasi lingkungan Pura. Beberapa sumber air bertebaran di sekitar lokasi, dan penduduk setempat memanfaatkannya untuk keperluan sehari-hari. Lingkungan Pura ini terletak lebih kurang 24 km di sebelah Timur Singaraja, terletak di pinggir pantai dan di atas sebuah ketinggian, termasuk wilayah Desa Pacung Kecamatan Tejakula. Disamping karena keindahan alam, arsitektur lingkungan Pura juga mencerminkan gaya khas yaitu seluruh bangunan terbuat dari susunan batu batu alam yang terdapat di sekitar lokasi sangat menarik wisatawan.


Lingkungan Pura Pulaki (Pulaki Temple)

Lingkungan Pura Pulaki dibangun di atas tebing berbatu dan langsung menghadap ke laut. Lingkungan Pura ini kelihatan sangat agung dan sesuai dengan namanya yaitu Lingkungan Pura Agung Pulaki. Daya tarik Lingkungan Pura ini yang menonjol adalah lokasi dan lingkungan Pura. Bukit terjal yang berbatu dan kering serta laut membentang di depannya dan bukit tidak jauh di sebelah Baratnya yang berbentuk tanjung kecil memberikan suasana yang sangat menarik.Kera-kera yang hidup di sekitar pura ini, sering berkumpul di halaman pura karena adanya makanan yang diberikan oleh para pengunjung, menambah daya tarik lingkungan pura ini. Lingkungan Pura Pulaki terletak di desa Banyupoh Kecamatan Gerokgak, 53 km sebelah Barat Singaraja. Lingkungan Pura Pulaki itu sesungguhnya merupakan satu kompleks yang terdiri dari lingkungan Pura Agung Pulaki dengan beberapa Pesanakannya yaitu lingkungan Pura Melanting, lingkungan Pura Kertha Kawat, lingkungan Pura Pabean dan lingkungan Pura Pemuteran. Lingkungan Pura Melanting ada kaitannya dengan kemakmuran, khususnya yang beraspek perdagangan, sehingga lingkungan Pura Melanting banyak dikunjungi oleh para pengusaha, pedagang, untuk bersembahyang dan membawa aturan. Di Lingkungan Pura Pemuteran, terdapat air panas yang banyak dikunjungi baik oleh penduduk lokal maupun wisatawan.


Lingkungan Pura Dalem Sangsit (Sangsit Temple)

Daya tarik yang menonjol dari lingkungan pura ini adalah relief pada tembok luar pura yang menggambarkan ceritera Bima Swarga, yang pada pokoknya menggambarkan adanya hukuman imbalan yang diterima setiap orang setelah yang bersangkutan meninggal sesuai dengan perbuatannya. Misalnya hukuman yang harus diterima oleh seorang yang melakukan perbuatan zinah di saat hidupnya. Relief ini juga mengandung makna filosofis tentang hak dan kewajiban umat Hindu. Misalnya digambarkan seorang wanita yang harus menyusui seekor ulat raksasa karena tidak mampu memberikan keturunan.Relief ini karena umurnya dibeberapa bagian telah mulai kabur namun di beberapa bagian masih nampak jelas. Adapun patung patung yang berwajah seram sebagaimana umumnya terdapat pada setiap lingkungan Pura Dalem yang ada kaitannya dengan kematian, memberikan suasana seram dan menakutkan, menambah juga daya tarik lingkungan Pura ini bagi wisatawan. Lingkungan Pura Dalem ini terletak di Desa Sangsit 8 km sebelah Timur Singaraja.


Pantai Lovina (Lovina Beach)

Kawasan Wisata Lovina ini merupakan kawasan wisata pantai dengan daya tarik utamanya pantai dengan air laut yang tenang, pasir berwarna kehitam-hitaman, dan karang laut dengan ikan-ikan tropisnya. Karena sifat lautnya yang tenang, Lovina ini sangat cocok untuk rekreasi air seperti menyelam, snorkling, berenang, memancing, berlayar, mendayung dan sekedar berendam di air laut. Disamping daya tarik tersebut di atas, dapat dicatat disini adanya ikan lumba-lumba dalam habitat aslinya. Ikan lumba-lumba yang jumlahnya ratusan ini dapat dilihat di pagi hari, kurang lebih satu kilometer lepas pantai. Ikan lumba-lumba yang menyelam, melompat di atas permukaan air dengan pemandangan untaian gunung di sebelah selatannya, langit kemerah-merahan pertanda terbitnya matahari, merupakan suatu pemandangan yang memberi daya tarik yang sangat memikat.
Kawasan Lovina ini juga ditunjang oleh banyak daya tarik wisata di sekitarnya yang mudah dicapai. Daya tarik pariwisata di sekitar Lovina antara lain : Air Panas Banjar, Wihara Budaha, Air Terjun Gitgit, dan desa-desa sekitarnya yang sangat ideal untuk mereka yang mencintai alam (ecotourism).
Secara resmi, kawasan ini disebut Wisata Kalibukbuk, namun lebih dikenal dengan sebutan Kawasan Wisata Lovina. Kawasan ini meliputi 2 kecamatan, yaitu Desa Pemaron, Desa Tukadmungga, Desa Anturan dan Desa Kalibukbuk masuk Kecamatan Buleleng sedangkan Desa Kaliasem dan Desa Temukus masuk Kecamatan Banjar. Kedua-duanya terletak di kabupaten Daerah Tingkat II Buleleng. Desa yang terletak paling Timur yaitu Desa Pemaron (5 km Barat Singaraja) dan desa paling Barat yaitu Desa Temukus (12 km Barat Singaraja). Pusat kawasan wisata Lovina terletak 10 km dari kota Singaraja. Kawasan wisata Lovina sementara ini menjadi pusat fasilitas kepariwisataan di Kabupaten Daerah Tingkat II Buleleng. Terdapat berbagai macam akomodasi, baik hotel berbintang, hotel melati, pondok wisata maupun homestay, rumah makan, toko cendramata, angkutan, pelayanan pertukaran uang (money changer), pelayanan informasi pariwisata (tourist information service), telpon (Wartel) dan lain-lainnya. Sebagai kawasan wisata dan pusat fasilitas pariwisata di Buleleng, Lovina mendapat kunjungan yang terbesar dari wisatawan yang datang ke Buleleng. Berdasarkan hasil survey pariwisata tahun 1992, dari jumlah wisatawan yang menginap di Buleleng, 90 % menginap di Lovina.
Lovina diberi nama oleh Almarhum Anak Agung Panji Tisna. Konon nama Lovina diambil dari nama hotel kecil di India yaitu Lafeina dimana beliau menginap dan menulis buku dengan judul Ni Ketut Widhi (yang kemudian buku ini diterjemahkkan kedalam beberapa bahasa dan untuk mengenang almarhum). Ada juga versi lain Lovina ini diambil dari adanya dua pohon santen yang ditanam oleh putra beliau yang kemudian tumbuh saling berpelukan. Jadi Lovina berasal dari bahasa latin dengan arti saling mengasihi atau saling menyayangi. Kemudian oleh Bupati Kepala Daerah tingkat II Buleleng, Drs. I Ketut Ginantra selama masa jabatannya dari tahun 1988 sampai 1993, Lovina diartikan sebagai singkatan dari Love dan Ina artinya Cinta Indonesia.


Tugu Singa Ambara Raja (Singa Ambara Raja Statue)

Singa Ambara Raja merupakan lambang Kabupaten Daerah Tingkat II Buleleng, berupa singa bersayap dengan salah satu kaki depannya memegang jagung gembal. Lambang ini kemudian dibangun dalam bentuk tugu di depan Kantor Bupati Buleleng dengan beton bertulang. Tugu ini selanjutnya menjadi Landmark kota Singaraja karena bentuknya yang unik, dalam pengertian tidak ada duanya di dunia ini. Lokasinya yang berada di perempatan jalan yang sering dilalui wisatawan, menyebabkan tugu ini telah menjadi daya tarik yang cukup besar untuk daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Buleleng.Lokasi Tugu Singa Ambara Raja adalah di depan Kantor Bupati Kepala Daerah Tingkat II Buleleng, di pertigaan jalan Veteran, Jalan Pahlawan dan Jalan Ngurah Rai. Wisatawan yang melewati route ini kebanyakan berhenti mengambil foto-foto tugu tersebut atau berfoto di depat tugu, dengan tujuan untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan memang benar pernah ke Singaraja atau sebagai kenang-kenangan kota Singaraja. Mengingat wisatawan yang melewati route ini hanya menggunakan kesempatan untuk mengambil foto-foto di sekitar tugu, maka tidak dibangun fasilitas khusus untuk wisatawan.

Sumber: BITD Provinsi Bali

No comments: